Kesultanan Buton
Kesultanan Buton, juga dikenal sebagai Kesultanan Wolio, adalah kerajaan Islam yang berdiri di wilayah yang kini dikenal sebagai Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Kesultanan ini memiliki peran penting dalam sejarah Nusantara, terutama dalam bidang politik, perdagangan, dan penyebaran Islam di kawasan timur Indonesia. Berikut adalah penjelasan detail tentang Kesultanan Buton:
1. Pendirian dan Latar Belakang
Kesultanan Buton awalnya adalah kerajaan yang bernama Kerajaan Buton. Pada awal abad ke-16, kerajaan ini bertransformasi menjadi kesultanan Islam.
Proklamasi Kesultanan Islam: Pada tahun 1542, Raja Buton ke-6, Raja Murhum, memeluk Islam dan mengubah sistem kerajaan menjadi kesultanan. Ia kemudian dikenal sebagai Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis, sultan pertama Kesultanan Buton.
Islamisasi Buton: Proses Islamisasi dipengaruhi oleh pedagang Muslim dari Malaka, Jawa, dan Arab yang singgah di wilayah ini.
2. Sistem Pemerintahan
Kesultanan Buton memiliki sistem pemerintahan yang unik dibandingkan kesultanan lain di Nusantara.
Sultan: Pemimpin tertinggi yang memiliki kekuasaan politik dan agama.
Sistem Perwakilan: Kesultanan Buton menerapkan Sistem Siolimbona, yang terdiri dari:
4 Kaimuddin (pemimpin spiritual).
6 Bonto Ogena (pemimpin administratif).
Siolimbona sebagai dewan penasihat yang membantu sultan dalam pengambilan keputusan.
Kesultanan ini dikenal dengan sistem pemerintahan berbasis hukum adat dan hukum Islam, yang berjalan berdampingan. Salah satu dasar hukum pentingnya adalah Undang-Undang Martabat Tujuh, yang menjadi panduan tata kelola negara.
3. Wilayah Kekuasaan
Wilayah kekuasaan Kesultanan Buton mencakup Pulau Buton, Pulau Muna, Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi), dan wilayah sekitar di Sulawesi Tenggara. Kesultanan ini juga memiliki pengaruh di beberapa wilayah maritim di sekitar Laut Banda.
4. Ekonomi dan Perdagangan
Kesultanan Buton merupakan kekuatan maritim yang memainkan peran penting dalam perdagangan di kawasan timur Indonesia.
Lokasi Strategis: Buton berada di jalur perdagangan penting antara Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Komoditas Utama: Hasil bumi seperti kayu cendana, hasil laut (ikan, mutiara), serta rempah-rempah.
Pelabuhan: Pelabuhan di Buton menjadi tempat persinggahan bagi kapal dagang dari Jawa, Maluku, dan bahkan luar Nusantara seperti Cina dan Arab.
5. Peran dalam Penyebaran Islam
Kesultanan Buton berperan besar dalam menyebarkan Islam di kawasan timur Indonesia, khususnya di Sulawesi dan kepulauan sekitarnya.
Melalui Pendidikan: Ulama dan sultan aktif menyebarkan ajaran Islam melalui pendidikan dan dakwah.
Hubungan dengan Kesultanan Lain: Buton menjalin hubungan erat dengan kesultanan-kesultanan Islam lainnya, seperti Kesultanan Ternate dan Gowa, untuk memperluas pengaruh Islam.
6. Sultan-Sultan Terkenal
1. Sultan Murhum (1542–1584): Sultan pertama Kesultanan Buton yang membawa Islam sebagai agama resmi kerajaan.
2. Sultan Dayanu Ikhsanuddin (1613–1631): Dikenal sebagai pemimpin yang memperkuat pemerintahan dan penyebaran Islam.
3. Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin (1824–1851): Sultan yang memperbarui hukum Islam dan adat di Buton.
7. Hubungan dengan Kekuasaan Lain
Kesultanan Ternate: Buton menjalin aliansi strategis dengan Ternate untuk memperkuat posisi politik dan militer.
Belanda: Kesultanan Buton pernah menjalin hubungan dengan VOC, namun tetap berusaha mempertahankan otonominya meskipun berada di bawah tekanan kolonial.
Jepang: Pada masa pendudukan Jepang, Kesultanan Buton diakui sebagai pemerintahan lokal untuk membantu administrasi wilayah.
8. Masa Kejayaan
Kesultanan Buton mencapai masa kejayaan pada abad ke-17 hingga ke-18, ketika berhasil:
Menjadi pusat perdagangan maritim di wilayah timur Indonesia.
Menjadi kekuatan politik yang disegani di kawasan.
Memperluas penyebaran Islam di wilayah sekitarnya.
9. Kemunduran dan Akhir Kesultanan
Kesultanan Buton mulai mengalami kemunduran pada abad ke-19 karena beberapa faktor:
1. Tekanan Kolonial: Dominasi Belanda mengurangi kekuasaan dan pengaruh Kesultanan Buton.
2. Perubahan Perdagangan: Pergeseran jalur perdagangan maritim mengurangi peran strategis Buton.
3. Modernisasi Politik: Pada tahun 1960, Kesultanan Buton secara resmi dihapuskan dan menjadi bagian dari Republik Indonesia.
10. Warisan Budaya dan Sejarah
Meskipun kesultanannya telah berakhir, warisan budaya Kesultanan Buton tetap bertahan hingga kini:
1. Benteng Keraton Buton: Salah satu benteng terluas di dunia, yang menjadi simbol kejayaan Kesultanan Buton.
2. Tradisi Islam: Ritual dan tradisi Islam yang bercampur dengan adat Buton masih dilestarikan oleh masyarakat setempat.
3. Undang-Undang Martabat Tujuh: Sebagai dokumen hukum tradisional yang menjadi inspirasi nilai-nilai kearifan lokal.
4. Tarian dan Musik Tradisional: Kesenian khas Buton seperti tari Lumense dan musik Gambus.
Kesultanan Buton adalah salah satu kesultanan maritim penting dalam sejarah Nusantara. Keunikan sistem pemerintahannya dan kontribusinya terhadap penyebaran Islam serta perdagangan menjadikannya salah satu pilar penting dalam sejarah Indonesia, terutama di wilayah timur.